Senin, 24 Oktober 2011

INSTANET (Simpul Layanan Informasi)




INSTANET (Simpul Layanan Informasi)


INSTANET Indonesia Standards Information Network dan Outreach Services SNI (simpul layanan informasi) merupakan forum kerjasama informasi standardisasi antara pusat-pusat informasi standardisasi di Indonesia.

INSTANET dan Outreach Services SNI (simpul layanan informasi) bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan standar, peraturan teknis dan semua hal yang berkaitan dengan standardisasi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Bentuk kerjasama bersifat partisipatif dan fleksibel mengingat heterogenitas pusat-pusat informasi dan dokumentasi standardisasi di Indonesia. Dalam pelaksanaan kerjasama semua anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama, serta dalam pertukaran informasi diusahakan bersifat timbal balik.

Saat ini, Pusat Informasi yang tergabung dalam INSTANET dan Outreach Services SNI sebagai berikut :

2. BPPT
21. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Bandung
22. Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
23. UPT Perpustakaan Institut Teknologi Bandung
24. Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) MASTAN JABAR
25. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Surabaya
26. UPT Perpustakaan Institut Teknologi Surabaya
27. Perpustakaan Universitas Ma Chung Surabaya
28. Perpustakaan Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya
29. Perpustakaan Universitas Surabaya
30. Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang
31. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
32. Perpustakaan IKIP Veteran semarang
33. Perpustakaan Politeknik Negeri Semarang
34. Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata Indonesia  (STIEPARI) Semarang
35. Perpustakaan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman (UNDARIS) Ungaran - Jawa Tengah
36. Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana Semarang
37. Perpustakaan Universitas Negeri Semarang
38. PT. Gunung Subur Semarang 
39. Seksi Pelayanan Informasi Konstruksi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Propinsi Jawa Tengah
40. Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Farming Semarang
41. Seksi Standardisasi Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang
42. Perpustakaan Pusat IAIN Walisongo Semarang
43. SD Pedurungan Kidul 02 semarang
44. Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Propinsi Jawa Tengah
45. Seksi Pelayanan Operasional Balai Karantina Ikan Kelas 1 Polonia Medan
46. Akademi Maritim (AMI) Medan
47. Perpustakaan Universitas Panca Budi Medan
48. Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) MASTAN Sumatera Utara
49. UPT. BPSMB Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara 
50. Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
51. Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta
52. UPT Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
53. Asosiasi Fasilitator dan Konsultan Rantai Nilai Pengembangan Industri ndonesia
54. Perpustakaan Institut Pertanian STIPER Yogyakarta
55. Perpustakaan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta
56. Perpustakaan Universitas Atmajaya Yogyakarta
57. Badan Perpustakaan & Arsip Daerah Yogyakarta
58. Perpustakaan Universitas Janabadra Yogyakarta
59. PTAPB BATAN Yogyakarta
60. Akademi Teknologi Kulit (ATK) Yogyakarta
61. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Yogyakarta
62. UPTD Balai Pengamatan dan Sertifikasi Benih Pertanian Yogyakarta
63. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta
64. Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
65. Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Yogyakarta
66. Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
67. Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) MASTAN Daerah Istimewa Yogyakarta

Jika Pusat Informasi instansi Saudara ingin bergabung dalam kerjasama tersebut, dapat menghubungi :
Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi – BSN
Gd. Manggala Wanabakti Lt. 3
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat
Telp. (021) 5747043 Ext. 148
Fax. (021) 5747045
E-mail : dokinfo@bsn.or.id

Penilaian Kesesuaian



Penilaian Kesesuaian mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan kesesuaian suatu kegiatan atau suatu produk terhadap SNI tertentu. Penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau pihak ketiga (pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN.


Sesuai dengan PP 102/2000, pelaksanaan tugas BSN di bidang penilaian kesesuaian ditangani oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang dibentuk oleh pemerintah untuk keperluan menjamin kompetensi pelaksana penilaian kesesuaian melalui proses akreditasi. KAN sebagai Badan Akreditasi Nasional mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada lembaga penilaian kesesuaian (Laboratorium Penguji, Labortaorium Kalibrasi dan Lembaga Sertifikasi). Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah diakreditasi oleh KAN mempunyai hak untuk menerbitkan sertifikat sesuai dengan lingkup akreditasinya.

Seperti halnya dengan pengembangan SNI, penilaian kesesuaian juga harus memenuhi sejumlah norma sebagai berikut:

(a) terbuka bagi semua pihak yang berkeinginan menjadi lembaga pelaksana penilaian kesesuaian;
(b) transparan agar semua persyaratan dan proses yang diterapkan dapat diketahui dan ditelusuri oleh pemangku kepentingan;
(c) tidak memihak dan kompeten agar pelaksanaan penilaian kesesuaian dapat dipercaya dan berwibawa;
(d) efektif karena memperhatikan kebutuhan pasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
(e) konvergen dengan pengembangan penilaian kesesuaian internasional.

Pengembangan SNI



  • Berlandaskan hukum pada PP 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional
  • Merupakan subsistem dari Sistem Standardisasi Nasional
    (SSN) Pada dasarnya merupakan akumulasi pengetahuan,
    teknologi dan pengalaman dari para pemangku kepentingan
    (stakeholder) yang terlibat proses pencapaian kesepakatan
    suatu standar melalui 2 (dua) pendekatan berbeda:
    • Berbasis konsensus, kesepakatan terhadap suatu
      rancangan standar di kalangan para pemangku kepentingan
      (stakeholders)
    • Berbasis scientific evidence, kesepakatan terhadap suatu
      rancangan standar yang berlandaskan pada pembuktian
      secarailmiah.
      Mengacu pada pedoman tentang Pengembangan SNI
Mencakup kelembagaan dan proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi dan pemeliharaan SNI. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas diantara para stakeholder , maka sesuai dengan WTO Code of good practice pengembangan SNI harus memenuhi sejumlah norma, yakni:

(a) Openess :
Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI.

(b) Transparency : 
Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; 

(c) Consensus and impartiality :
Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;

(d) Effectiveness and relevance :
Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 

(e) Coherence : 
Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan

(f) Development dimension : 
Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional. 

Agar semua norma pengembangan standar dapat diterapkan secara baik, maka BSN melakukan:

Penguatan fungsi Manajemen Teknis Pengembangan Standar (MTPS) adalah lembaga non struktural yang merupakan unsur fungsi BSN sebagai National Standard Body dan mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada Kepala BSN dalam rangka menetapkan kebijakan untuk memperlancar pengelolaan kegiatan pengembangan SNI.


Penguatan posisi Masyarakat Standardisasi Indonesia (MASTAN) merupakan organisasi non- pemerintah yang diperlukan untuk memberikan wadah dan saluran yang seluas mungkin bagi stakeholder untuk berpartisipasi dalam berbagai proses standardisasi .Dalam proses pengembangan SNI, khususnya dalam pelaksanaan tahap jajak pendapat dan tahap persetujuan RSNI. agar partisipasi dan pelaksanaan konsensus pihak berkentingan dapat semakin luas.


Restrukturisasi Panitia Teknis SNI agar masing-masing memiliki lingkup yang jelas, terstruktur, dan tidak tumpang tindih satu sama lain.

Perubahan system pengembangan SNI (Revisi Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) yang berkaitan dengan prosedur pembentukan Panitia Teknik SNI, proses pengembangan SNI dan ketentuan penyusunan SNI.

Untuk menerapkan norma tersebut, pengembangan SNI dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:

Tahap 1 Pemrograman SNI
Tahap 2 Perumusan Rancangan SNI (RSNI)
Tahap 3 Jajak Pendapat RSNI3
Tahap 4 Persetujuan RSNI4
Tahap 5 Penetapan SNI
Tahap 6 Pemeliharaan SNI


Penerapan SNI

Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang.

  Dengan demikian untuk menjamin keberterimaan dan pemanfaatan SNI secara luas, penerapan norma - keterbukaan bagi semua pemangku kepentingan, transparan dan tidak memihak, serta selaras dengan perkembangan standar internasional - merupakan faktor yang sangat penting. Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat saja memberlakukan SNI tertentu secara wajib.

  Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang.

  Dengan demikian pemberlakuan SNI wajib perlu dilakukan secara berhati-hati untuk menghindarkan sejumlah dampaksebagai berikut:
(a) menghambat persaingan yang sehat;
(b) menghambat inovasi; dan
(c) menghambat perkembangan UKM.

Cara yang paling baik adalah membatasi penerapan SNI wajib bagi kegiatan atau produk yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi, sehingga pengaturan kegiatan dan peredaran produk mutlak diperlukan

  Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengkoreksi kegiatan atau produk yang belum memenuhi ketentuan SNI itu. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator.

  Mengingat bahwa pemberlakuan regulasi teknis di suatu negara juga berlaku untuk produk impor, maka untuk menghindarkan terjadinya hambatan perdagangan internasional/negara anggota WTO termasuk Indonesia telah menyepakatiAgreement on Technical Barrier to Trade (TBT) dan Agreement on Sanitary and Phyto Sanitary Measures (SPS). Upaya pengurangan hambatan perdagangan tersebut akan berjalan dengan baik apabila masing-masing negara dalam memberlakukan standar wajib, menerapkan Good Regulatory Practices.


Untuk perjanjian TBT pada prinsipnya mengatur hal-hal sebagai berikut :
 Sejauh dimungkinkan, pengembangan standar nasional tidak boleh ditujukan untuk atau berdampak menimbulkan hambatan perdagangan. Oleh karena itu pengembangan standar nasional diupayakan mengacu dan tidak menduplikasi standar internasional, memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk memberikan tanggapan dan masukan, serta dipublikasikan melalui media yang dapat diakses secara luas. Apabila perbedaan dengan standar internasional tidak dapat dihindarkan untuk tujuan yang sah, maka perbedaannya harus dengan mudah diketahui dan lembaga standar nasional harus bersedia memberikan penjelasan kepada semua pihak yang memerlukan, mengapa perbedaan tersebut diterapkan.

 Penetapan regulasi teknis termasuk pemberlakuan standar wajib tidak boleh dimaksudkan untuk atau berdampak menimbulkan hambatan perdagangan yang berkelebihan. Oleh karena itu sejauh dapat mencapai tujuannya, suatu /regulasi teknis harus mengacu pada standar internasional. Apabila untuk keperluan yang sah penerapan ketentuan teknis yang berbeda dengan standar internasional tidak dapat dihindarkan, maka rencana regulasi teknis tersebut harus diumumkan(notification) untuk mermberikan kesempatan bagi semua pihak di negara anggota WTO lain untuk bertanya dan memberikan pandangan (enquiry) selama sedikitnya 60 hari. Untuk keperluan itu setiap negara anggota WTO harus menetapkan lembaga yang berfungsi sebagai notification body dan enquiry point. Di Indonesia, BSN telah ditunjuk sebagai notification body dan enquiry point untuk perjanjian TBT. Untuk memberikan kesempatan semua pihak mempersiapkan diri, suatu regulasi teknis atau penerapan standar wajib baru dapat diberlakukan secara efektif sekurang-kurangnya 6 bulan setelah ditetapkan. Pemberlakuan regulasi teknis tidak boleh membedakan produk yang diproduksi di dalam negeri dengan produk yang diproduksi di negara lain, dan tidak mendiskriminasikan produk dari suatu negara tertentu dengan produk dari negara lainnya.

  Penilaian kesesuaian terhadap produk dari luar negeri harus sama dengan penilaian kesesuaian bagi produk dalam negeri, dan tidak menerapkan perlakuan yang diskriminatif bagi negara yang berbeda. Sejauh mungkin setiap negara anggota WTO harus mengupayakan agar pelaksanaan penilaian kesesuaian bagi barang impor dapat diakses dengan mudah di negara produsen dan tidak menimbulkan beban yang berkelebihan. Oleh karena itu, sejauh dimungkinkan sistem penilaian kesesuaian yang ada di negara lain dapat diterima. Untuk keperluan itu, negara anggota WTO harus memberikan tanggapan positif terhadap permintaan negara lain untuk menjalin perjanjian MRA.

  Peningkatan persepsi masyarakat terhadap standar dan penilaian kesesuaian adalah hal mutlak yang harus dilakukan oleh BSN, mengingat hingga saat ini kesadaran masyarakat didalam memproduksi dan atau mengkonsumsi suatu produk belumlah didasarkan atas pengetahuan terhadap standar/mutu produknya melainkan masih didasarkan atas pertimbangan harga. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap standar dapat dilihat dari banyaknya produk-produk luar negeri yang dikonsumsi masyarakat yang tidak sesuai dengan standar dan rendahnya kesadaran produsen dalam menerapkan standar, kecuali produk-produk yang dikenakan standar wajib. Untuk meningkatkan persepsi masyarakat dibutuhkan; kampanye nasional standardisasi secara terus menerus dan berkesinambungan, program edukasi dan penyadaran masyarakat, pembuatan kurikulum pelatihan standardisasi, peningkatan partisipasi masyarakat serta mendorong keterlibatan lembaga-lembaga pelatihan dalam mendidik dan membina tenaga ahli standardisasi.

Penelitian dan Pengembangan Standardisasi




1. Tugas dan Fungsi
 
Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan rumusan kebijakan, pembinaan, koordinasi program dan penyusunan rencana di bidang penelitian dan pengembangan standardisasi dalam aspek perumusan standar, penerapan standar, akreditasi, informasi dan pemasyarakatan standardisasi serta kerjasama standardisasi dan kegiatan lain yang terkait. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam alinea di atas, Pusat Penelitian dan PengembanganStandardisasi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:a.       Penyiapan rumusan kebijakan di bidang penelitian dan pengembanganb.       Pembinaan dan koordinasi program di bidang penelitian dan pengembanganc.       Pelaksanaan penelitian dan pengembangan standardisasid.       Penyusunan program dan tata operasional penelitian dan pengembangane.       Pelaksanaan kerjasama di bidang penelitian dan pengembanganf.        Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penelitian dan pengembanganPusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi terdiri dari:a.       Bidang Program dan Tata Operasional PenelitianBidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan pedoman, norma, kriteria, prosedur, program dan perencanaan serta melaksanakan koordinasi dan penatalaksanaan kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan standardisasi dalam seluruh aspek kegiatannya.b.       Bidang Evaluasi dan Kerjasama PenelitianBidang ini mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pengelolaan hasil penelitian dan pengembangan standardisasi serta kerjasama penelitian dan pengembangan standardisasi dalam seluruh aspek kegiatannya.c.       Kelompok Jabatan FungsionalJabatan ini merupakan jabatan non struktural yang merupakan wadah bagi para peneliti di Badan Standardisasi Nasional. Tugasnya membantu kegiatan di kedua bidang di atas dan melaksanakan kegiatan yang bersifat penelitian dan pengembangan baik individu maupun organisasi.

2. Kebijakan dan Arah
 
Puslitbang mempunyai tujuan yaitu: (1) Menjadikan hasil penelitian yang bermanfaat bagi pusat-pusat dan biro yang terdapat di lingkungan Badan Standardisasi Nasional dalam rangka mendukung program dan kebijakan dalam pusat tersebut, (2) Mendesiminasikan hasil-hasil penelitian kepada pihak-pihak yang berkepentingan.  Proses kerja litbang mengikuti alur proses yang terdapat dalam lampiran organisasi manual. Di awali dengan data rencana strategis, tren standar internasional, kebutuhan pasar SNI, tingkat perdagangan internasional dan referensi lain, Puslitbang mulai mengumpulkan data-data tersebut untuk membentuk suatu riset question yang merupakan kebutuhan akan penelitian (need of research). Dengan dasar tersebut dibuatlah proposal penelitian, TOR dan RAB yang dengan dasar itu dilaksanakan penelitian. Hasil penelitian berupa laporan penelitian didesiminasikan ke pihak-pihak yang berkepentingan di lingkungan BSN.

4. Kerjasama Penelitian

--Under development--

5. Hasil-Hasil Penelitian
                                                                                    PENELITIAN 2007
 
 Konversi SNI – HS 2007
                                                Ringkasan EksekutifHarmonized System (HS) merupakan sistem kodefikasi terhadap barang yang dikoordinasikan oleh World Custom Organization (WCO).
Pengklasifikasian jenis barang dalam HS sangat banyak variannya dan dirancang untuk mencakup semua komoditi yang diperdagangkan, sehingga sistem kodefikasi ini akan sangat membantu dalam transaksi perdagangan secara internasional.Sementara itu, Standar Nasional Indonesia (SNI) diklasifikasikan berdasarkan International Classification of Standards (ICS). Konversi antara HS dan ICS sudah dilakukan oleh BSN, namun karena setiap HS dapat mencakup berbagai SNI atau sebaliknya setiap SNI dapat mencakup berbagai nomor HS, maka diperlukan suatu konversi yang dapat menunjukkan hubungan langsung antara suatu nomor SNI dengan HS yang terkait.Hasil kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:1.       mengidentifikasi SNI terkait dari rencana regulasi teknis suatu komoditi, untuk kepentingan outgoing notification,2.       mengidentifikasi komoditi terkait dari suatu rencana penerapan SNI secara wajib sebagai bagian dari suatu regulasi teknis,3.       mengidentifikasi SNI dan atau komoditi terkait dari suatu regulasi teknis asing (incoming notification),4.       mengetahui perkembangan perdagangan internasional (nilai ekspor dan impor) dari suatu SNI produk,5.       mengetahui ketersediaan/keterkaitan SNI dari suatu komoditi yang memiliki nilai perdagangan tinggi/rendah,6.       mengetahui hubungan ketersediaan SNI dari suatu komoditi,7.       dan lain-lain keperluan.Website konversi: www.bsn.go.id/sni/conversion.php 
 
            LIHAT COVER           Jumlah halaman: 94

5.1 Kajian Area Baru Standardisasi
  
                                                     Ringkasan Eksekutif
Berbagai organisasi pengembagn standar internasional, seperti ISO (International Organization for Standardization) dan IEC (International Electric and Electrical Committee) secara inovatif telah memasuki berbagai bidang baru, yang merupakan perkembangan iptek terbaru atau timbul karena perkembangan pasar.Meskipun standardisasi di Indonesia telah berlangsung lama, namun diperkirakan masih terdapat bidang-bidang yang belum dicakup dalam perumusan SNI apalagi yang merupakan trend terbaru di dunia internasional. Indonesia perlu mengetahui sejauh mana perkembangan perumusan standar internasional yang diikuti oleh Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui posisi perumusan standar di Indonesia.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui area baru standar internasional yang dikembangkan oleh organisasi pengembang standar internasional ISO dan IEC, dan area yang belum banyak disentuh dalam perkembangan standar nasional, termasuk standar area baru yang perlu menjadi perhatian dalam perumusan SNI.Area baru didefinisikan sebagai area dimana kegiatan standardisasi di Indonesia belum secara intensif menyentuhnya. Hal ini diindikasikan dengan adanya gap yang cukup besar antara standar ISO atau IEC dan SNI untuk suatu bidang tertentu. Suatu bidang disebut area baru yaitu jika ISO atau IEC sudah memasuki area tersebut, yang ditandai dengan telah disusunnya standar terkait, tetapi SNI pada bidang yang sama belum ada (atau masih sangat sedikit). Area baru dapat berarti bidang tersebut betul-betul baru dalam kegiatan standardisasi internasional, atu bukan suatu hal yang benar-benar baru tetapi belum cukup intens ditangani dalam kegiatan standardisasi nasional Indonesia. Dalam penelitian ini, pembidangan area baru menggunakan klasifikasi ICS (International Classification of Standards) 5 digit.
                LIHAT COVER          Jumlah halaman: 283

5.2 Kajian Penerapan dan Pertumbuhan SNI di Industri - 2008
                                                                 PENELITIAN 2008
 
 
Ringkasan Eksekutif
===================================================
Standar merupakan sarana komunikasi yang efektif antara produsen dan konsumen terhadap mutu suatu produk yang telah disepakati bersama. Di Indonesia, SNI merupakan standar yang diberlakukan secara nasional dan disusun berdasarkan konsensus dan bersifat sukarela. SNI tidak mempunyai nilai bila tidak diterapkan oleh pelaku pasar, untuk itu BSN bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menitipkan 2 pertanyaan pada sensus ekonomi BPS Tahun 2007 terhadap industri skala besar dan skala sedang untuk kategori industri pengolahan. Pengelompokan skala industri didasarkan pada jumlah tenaga kerja. Industri Sedang mempunyai tenaga kerja antara 20 orang sampai dengan 100 orang dan kelompok Industri Besar mempunyai tenaga kerja lebih dari 100 orang.Jumlah industri Besar dan Sedang yang disensus adalah 30.122 industri responden, namun yang menjawab kuesioner sebesar 22.458 industri (74.6%).  Hasil sensus menunjukkan bahwa Industri yang menerapkan standar sebanyak 3.914 industri (sekitar 13%), termasuk diantaranya industri yang menerapkan SNI yaitu sebesar 2.971 industri (9.8%) dengan rincian industri skala besar adalah 1.397 industri (4.6%) dan industri skala sedang sebesar 1.574 industri (5.2%).
 
Penelitian 1 – 2008Jumlah halaman: 29
 

5.3 Kajian Awal Dampak Ekonomis Penerapan SNI Pada Produk Prioritas Terhadap Ekonomi Nasional
 
Ringkasan Eksekutif
===================================================
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga Kajian Awal Dampak Dampak Ekonomis Penerapan SNI pada Produk Prioritas terhadap Ekonomi Nasional dapat dilaksanakan dengan baik.Kami mengucapkan terimakasih kepada Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN), Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian, ASPADIN, dan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia, serta pihak-pihak terkait yang  telah menyediakan data untuk keperluan kajian ini.Dari hasil pembahasan diketahui nilai ekonomis masing-masing produk sebagai berikut: nilai ekonomis produk AMDK sebesar Rp. 3,4 trilyun, produk minyak goring Rp. 18,6 triliun,  garam beryodium Rp. 547 miliar, Pupuk SP 36 Rp.87,3 miliar dan Pupuk KCl Rp. 1,4 triliun. Berdasarkan hasil kajian produk dengan model di atas dapat digunakan untuk mengkaji nilai ekonomis penerapan SNI produk lainnya. Nilai ekonomis suatu produk akan semakin tinggi apabila produsen menerapkan SNI.
Penelitian 2 – 2008Jumlah halaman: 52
 

5.4 Penelitian Kebutuhan Pasar SNI Berdasarkan Struktur Produk Sawit, Ban dan Baja
 
Ringkasan Eksekutif
===================================================
Penelitian kebutuhan pasar, untuk produk sawit, ban dan baja ini didasarkan pada struktur pohon industri dengan memperhatikan rantai pasokan (supply chain), selanjutnya pohon industri tersebut dikembangkan dalam analisis yang lebih terarah pada pengembangan produk yang menghasilkan struktur produk secara rinci dan spesifik dimulai dari produk hulu (bahan baku) sampai kepada turunan (derivative) dari produk sawit, ban dan baja.Untuk pengembangan SNI tahun 2008 sampai dengan 2009 BSN diharapkan mampu menyediakan data struktur produk untuk 3 produk terpilih, yaitu: sawit, ban dan baja. Ketersediaan struktur produk untuk produk sawit, ban dan baja dengan tujuan mempermudah perumusan SNI dengan memperhatikan ketersediaan sejumlah jenis standar asing atau manca negara yang dapat dikembangkan menjadi SNI sawit, ban dan baja. Ketiga produk terpilih disusun berdasarkan atas kriteria nilai ekonomi (ekspor dan impor), prioritas program nasional departemen teknis terkait (Deptan, DESDM, Deprin dan Depdag), hasil penelitian kebutuhkan pasar Puslitbang tahun 2007 dan hasil penelitian Pusat Sistem Penerapan Standar (PSPS-BSN) tahun 2006. Produk yang terpilih merupakan intersection hasil penelitian Puslitbang dan PSPS.Analisis yang digunakan yaitu penelusuran secara menyeluruh terhadap struktur produk terpilih dengan pendekatan pada struktur pohon industri; kajian terhadap standar-standar produk terkait dengan produk sawit, ban dan baja, selanjutnya struktur produk sawit, ban dan baja ini dijelaskan secara rinci. Penelitian ini bersifat kualitatif (perbandingan antara struktur, ketersediaan SNI, kebutuhan SNI dan pemetaan terhadap pengembangan SNI untuk produk hulu sampai dengan hilir).Website struktur produkhttp://strukturproduk.bsn.go.id/login.php
Login       : admin
Password : bsn2009
Penelitian 3 – 2008Jumlah halaman: 80
 

5.5 Kajian Integritas Penggunaan Tanda SNI Dalam Produk Program Konversi Energi, Minyak Tanah ke Gas
 
Ringkasan Eksekutif
===================================================
Telah dilakukan kajian dengan melakukan analisis terhadap Infrastruktur penerapan SNI yaitu analisis persyaratan mutu SNI terhadap 5 (lima) Produk Industri secara Wajib untuk program konversi energi, analisis kemampuan laboratorium penguji, lembaga sertifikasi produk, regulasi teknis dan notifikasi terhadap regulasi teknis ke WTO. Sedangkan untuk mengetahui pemenuhan produk terhadap persyaratan mutu SNI yang telah diberlakukan wajib, dilakukan pengujian terhadap sampel tabung gas, selang, regulator, katup dan kompor gas yang produknya diambil secara acak dari penerima bantuan langsung konversi energi  di Kota. Tujuan kajian ini adalah mengetahui tingkat kesesuaian 5 produk industri terhadap persyaratan mutu SNI yang meliputi produk tabung baja LPG, regulator tekanan rendah untuk tabung baja LPG, katup tabung baja LPG, kompor gas bahan bakar LPG satu tungku dengan sistem pemantik mekanik dan selang karet kompor gas LPG. Parameter uji meliputi persyaratan mutu SNI 7368:2007, SNI 7369:2007, SNI 1591:2007, SNI 1452:2007, dan SNI 06-7213-2006.
Penelitian 4 – 2008Jumlah halaman: 42
 

National Enquiry Point and Notification Authority WTO TBT






Standardisasi sebagai unsur penunjang pembangunan, mempunyai peranan penting dalam usaha mengoptimalisasi pendayagunaan sumber daya dalam kegiatan pembangunan. Perangkat standardisasi berperan pula dalam menunjang kemampuan produksi khususnya  peningkatan perdagangan dalam negeri dan luar negeri, serta pengembangan industri dan perlindungan konsumen.
Oleh karenanya setiap negara mempunyai standar nasional dan regulasi teknis yang dalam implementasinya dapat merupakan hambatan teknis bagi negara lain dalam perdagangan. Untuk mengurangi hambatan tersebut, pada tahun 1979 dalam Putaran Tokyo disepakati adanya perjanjian Standard Codeatau Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT) yang dilanjutkan dengan pembentukan World Trade Organization (WTO) di Putaran Uruguay.  Isi kesepakatan dalam Putaran Uruguay tersebut antara lain adalah penyelarasan standar nasional dengan standar internasional agar tercipta transparansi dalam Sistem Standardisasi Nasional yang merupakan tuntutan dalam perdagangan internasional.
Mempertimbangkan bahwa tata cara pengembangan standar, penetapan regulasi teknis dan pelaksanaan penilaian kesesuaian diatur melalui berbagai ketentuan dalam perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT) dan perjanjian Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari beberapa perjanjian yang ada dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) – WTO. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa untuk menghindarkan hambatan teknis perdagangan maka pengembangan standar, regulasi teknis dan penilaian kesesuaian di negara-negara anggota WTO harus mengacu kepada standar dan pedoman yang dikembangkan oleh organisasi internasional yang relevan. Organisasi perumus standar internasional yang diakui dan direkomendasikan oleh WTO antara lain adalah ISO (International Organization for Standardization), IEC (International Electrotechnical Commission), CAC (Codex Alimentarius Commission), dan ITU (International Telecommunication Union).
Mengacu pada perjanjian TBT/WTO – Annex 3 - Code of Good Practice for the Preparation, Adoption and Application of Standards,  maka pengembangan standar nasional, dalam hal ini SNI, harus memenuhi prinsip-prinsip :
(a)  openess, artinya terbuka bagi semua pemangku kepentingan yang berkeinginan untuk terlibat;
(b)   transparant, artinya agar semua pemangku kepentingan dapat dengan mudah mengikuti proses dan memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;
(c)  impartial, artinya tidak memihak kepada salah satu pihak sehingga semua pemangku kepentingan dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;
(d) development dimension, artinya bahwa dalam perumusan SNI harus memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional sehingga dapat meningkatkan daya saing produk nasional di pasar internasional;
(e)   effective and relevant, artinya bahwa dalam perumusan SNI harus betul-betul yang sesuai dengan skala prioritas dengan memperhatikan kebutuhan pasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(f)  consensus, artinya bahwa dalam perumusan SNI harus disepakati oleh pemangku kepentingan dan
(g)   coherent, artinya bahwa dalam perumusan SNI harus mengacu pada standar internasional tetapi tidak duplikasi dalam proses perumusannya, sehingga produk-produk nasional akan lebih mudah memasuki pasar internasional.
Mengacu pada ketentuan TBT-WTO, dalam rangka menegakkan “transparency”, maka setiap regulasi teknis , pemberlakuan standar dan penilaian kesesuaian yang mempunyai dampak hambatan terhadap perdagangan perlu dinotifikasikan ke secretariat TBT-WTO.  Setiap anggota WTO diharuskan untuk menunjuk satu lembaga atau institusi yang berfungsi sebagai notification dan enquiry point yang bertugas untuk menotifikasikan setiap rancangan regulasi teknis  dan menjawab semua pertanyaan terkait standar, regulasi teknis, dan sistem penilaian kesesuaian yang berlaku di masing-masing negara angggota. Dalam kerangka pemenuhan persetujuan tersebut,  aturan tersebut, pada tanggal 22 Maret 1996, Indonesia menotifikasikan kepada Sekretariat WTO mengenai Penerapan dan Administrasi (Pengaturan) terkait Perjanjian TBT tersebut (Pemerintah Indonesia telah meratifikasi pembentukan WTO tersebut melalui UU no 7 tahun 1994) dengan menyebutkan bahwa untuk menangani hambatan teknis dalam perdagangan (Technical Barriers to Trade/TBT-WTO), BSN telah ditetapkan sebagai Badan Notifikasi (Notification Body) dan Pelayanan Pertanyaan (Enquiry Point) TBT-WTO dengan sekretariat di Pusat Kerjasama Standardisasi – BSN. Notifikasi ini direvisi melalui notifikasi no G/TBT/2/Add.3/Rev.1 pada tanggal  18 Mei 2004.

·   Fungsi Notification Body adalah untuk memberikan informasi tentang rencana pemberlakuan regulasi teknis baru, standar dan prosedur penilaian agar pihak berkepentingan di negara WTO lain dapat memberikan pandangan/masukan serta dapat mempersiapkan diri.
·   Fungsi Enquiry Point adalah untuk memberikan informasi atas pertanyaan dari pihak berkepentingan di setiap anggota WTO tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian, baik yang telah berlaku atau yang akan diberlakukan. 

 BSN selaku Badan Notifikasi (Notification Body) dan Pelayanan Pertanyaan (Enquiry Point) TBT-WTO bertugas mengkoordinasikan kegiatan terkait penanganan berbagai permasalahan penerapan persetujuan TBT-WTO di Indonesia. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan tugas pokok tersebut meliputi hal-hal:
· Notifikasi Rancangan Peraturan teknis perdagangan dan rancangan Standar Nasional Indonesia (R-SNI) wajib yang ditetapkan oleh Instansi Teknis Pemerintah Indonesia.
·  Pemberian tanggapan terhadap notifikasi Rancangan Peraturan Teknis Perdagangan dan/atau rancangan standar wajib yang telah dinotifikasikan oleh negara-negara anggota WTO (negara penotifikasi)
·   Koordinasi, persiapan posisi Indonesia dan pengiriman delegasi Indonesia dalam sidang-sidang TBT-WTO.
·   Sosialisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan TBT-WTO (TBT-Agreement) dan penerapannya kepada seluruh stakeholder BSN.
Berdasarkan kategorinya, beberapa SNI yang telah dinotifikasikan ke Secretariat WTO untuk diberlakukan penerapannya secara wajib antara lain adalah:
a).     Kualitas produk yang dikonsumsi masyarakat, meliputi susu formula, tepung terigu yang harus difortifikasi, 15 SNI untuk pupuk, dan gula kristal mentah.
b).  Persyaratan keselamatan untuk perlindungan konsumen, seperti lampu swa-ballast, frekuensi sistem arus bolak-balik fase tunggal dan fase tiga 50 herts, pemutus sirkuit untuk proteksi arus lebih untuk instalasi rumah tangga, persyaratan umum instalasi listrik (PUIL), tanda keselamatan pemanfaat listrik, persyaratan keselamatan pemanfaat listrik untuk rumah tangga, persyaratan saklar untuk instalasi tetap rumah tangga, persyaratan tusuk kontak untuk keperluan rumah tangga dan persyaratan khusus untuk kipas angin.
c).       Keselamatan untuk transportasi darat, meliputi : ban kendaraan (terdiri dari ban mobil penumpang, ban truk ringan, ban truk dan bus, ban sepeda motor, ban dalam kendaraan bermotor), kaca pengaman kendaraan bermotor, dan helm pengaman.
d).    Keselamatan bangunan dan konstruksi, meliputi semen (terdiri dari semen portland putih, semen portland pozolan, semen portland, semen portland  campur, semen masonry, semen portland komposit, semen masonry, semen portland komposit), baja tulangan beton, baja lembaran lapis seng,
e).      Keselamatan produk untuk pengguna, seperti kompor gas bahan bakar LPG satu satu tungku dengan sistem pemantik mekanik dan kelengkapannya (tabung baja, katup tabung, regulator tekanan rendah untuk tabung baja LPG, dan selang karet kompor gas)
Mengacu pada ketentuan TBT-WTO, konsekuensi dari pemberlakuan wajib standar ini maka semua produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, baik yang diproduksi didalam negeri maupun yang diimpor, harus memenuhi semua persyaratan SNI.

Indonesian Notification Body and Enquiry Point for TBT-WTO
Pusat Kerjasama Standardisasi - BSN
C.P. : Sdr. Nyoman Supriyatna / Hendro Kusumo / Esti Premati
Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 4
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270
Telp. (021) 574 7043/44 ext 215, Fax. (021) 574 7045
e-mail:  kerj_int@bsn.or.id  atau  tbt.indonesia@gmail.com